A. PENDAHULUAN
a. Alasan Pemilihan Judul
Saya memilih judul “ASAL MULA, KEPERCAYAAN, DAN HUBUNGANNYA TERHADAP POLA HIDUP MASYARAKAT BADUY” karena saya melihat masyarakat Baduy sebagai suatu komunitas yang setia pada adat. Selain itu, pengetahuan masyarakat Baduy diwariskan secara turun-temurun dan tidak terbukukan, oleh karena itu masyarakat Baduy adalah masyarakat yang dekat sekali dengan sejarah mereka.
Kesederhanaan hidup serta penyatuan diri dengan alam menjadikan masyarakat Baduy sebagai potret kehidupan paling “primitif” di Indonesia. Saya yakin bahwa pola kehidupan masyarakat Baduy dipengaruhi kuat sekali oleh asal-usul maupun kepercayaan mereka.
b. Arti Penting Judul
Judul yang saya ambil adalah “ASAL MULA, KEPERCAYAAN, DAN HUBUNGANNYA TERHADAP POLA HIDUP MASYARAKAT BADUY”. Arti penting yang bisa diambil dari judul ini adalah bahwa pola hidup masyarakat Baduy disebabkan oleh asal-mula dan sejarah Baduy, baik dari sudut pandang historis maupun dari sudut pandang masyarakat Baduy itu sendiri.
“ASAL MULA DAN KEPERCAYAAN” berdiri sebagai variabel bebas yang berperan sebagai sebab. Sementara, “POLA HIDUP MASYARAKAT BADUY” sebagai variabel terikat yang muncul sebagai akibat dari variabel bebas.
c. Latar Belakang Masalah
Pola kehidupan masyarakat, pada dasarnya, dipengaruhi oleh kepercayaan yang dianut masyarakat tersebut. Karena doktrin, nilai, dan norma yang dipegang oleh kepercayaan tersebut memegang peranan penting dalam mengontrol apa yang baik atau tidak untuk dilakukan. Indonesia berasaskan ketuhanan, seperti disebutkan dalam sila pertama Pancasila, entah dengan cara apapun Tuhan didefinisikan dan ‘dituhankan’. Dilihat dari pola kehidupan sehari-haripun, masyarakat Indonesia tergolong religius.
Tidak hanya oleh kepercayaan, pola kehidupan masyarakat juga dipengaruhi oleh asal-usul masyarakat tersebut. Dalam lingkup kecil, bagaimana masyarakat itu dibesarkan, latar belakang masyarakat tersebut. Contohnya individu yang dibesarkan dengan latar belakang dengan prestise tinggi dan kekayaan cenderung memliki lifestyle yang eksklusif dan high-class.
Pola masyarakat modern ini cenderung lebih mengarah ke eksploitasi alam dan segala kebutuhan dapat dipenuhi dengan mudah. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat dan terus berkembang mendorong masyarakat ke pola-pola kehidupan yang lebih hi-tech. Teknologi modern membutuhkan bahan-bahan dasar yang dieksploitasi dari alam, yang terus digali-gali hingga mencapai titik ‘nyaris habis’ dan membahayakan hampir keseluruhan aspek kehidupan manusia. Dan ketika posisi kehidupan itu mulai terancam, berbagai macam rehabilitasi baru dilakukan.
Kemajuan-kemajuan itupun mengaburkan konsep agama dan Tuhan dalam masyarakat. Dimana teknologi yang ada, itulah yang menjadi Tuhan. Teknologi tersebut memiliki status sebagai kebutuhan primer manusia, sebagian mungkin menjadi suatu zat adiktif. Teknologi dan kemudahan-kemudahan yang ada dijadikan jawaban atas segala masalah yang ditemui dalam masyarakat. Hingga konsep beribadah menjadi sekedar sampingan, pengisi waktu kosong. Agama hanya sekedar menjadi label dan berdoa serta memohon kepada Tuhan menjadi alternatif di saat-saat tersulit.
Masyarakat Baduy memiliki pola hidup yang sederhana dan menyatu dengan alam. Asal usul masyarakat Baduy dalam versi apapun, dasarnya adalah alam. Kehidupan mereka dipugari oleh hamparan hutan, dipugari sungai yang menjadi sumber kehidupan mereka. Kepercayaan mereka yang dikiblatkan pada Panembahan Arca Domas adalah bentuk religi yang bercampur dengan animisme. Roda kehidupan masyarakat Baduy bertumpu pada keterikatan pada adat dan menjadi satu dengan alam. Peraturan adat yang kuat memberikan batasan gerak dan tidak melakukan hal-hal yang merugikan pihak lain serta hormat kepada alam lingkungan. Dengan begitu, lahir sebuah harmonisasi antara individu dengan dirinya sendiri, individu lain, serta alam lingkungannya secara sempurna.
d. Tujuan
Selain sebagai nilai tugas ekskursi semester kelas XI IPS “Live-In ke Perkampungan Baduy”, karya tulis ini dibuat dengan tujuan mengetahui dan menganalisa lebih jauh tentang masyarakat Baduy, terutama aspek-aspek yang difokuskan dalam karya tulis ini yakni sejarah, kepercayaan, dan pola kehidupan masyarakat Baduy.
Serta mengenali lebih jauh salah satu bentuk budaya milik Indonesia yang masih lestari. Dengan begitu, bisa lebih menghargai dan menjaga kekayaan budaya itu, terutama bagi masyarakat modern yang cenderung termakan globalisasi.
e. Masalah yang Muncul dari Judul
i. Salah satu versi asal mula masyarakat Baduy adalah rombongan Prabu Pucuk Umun yang melarikan diri dari Sunan Gunung Jati ketika Kerajaan Pajajaran diserang. Benarkah pelarian tersebut mempengaruhi pengasingan diri orang-orang Baduy dari masyarakat luar dan kehidupan modern?
ii. Dalam kitab-kitab suci tertulis untuk menjaga dan memelihara alam. Adat dan kepercayaan masyarakat Baduy adalah faktor pendorong mereka mau hidup terikat dengan alam. Apakah kepercayaan Baduy benar mendorong keterikatan pada alam?
B. ISI
a. Identifikasi Lokasi Masyarakat Baduy
Masyarakat Baduy adalah suatu kelompok masyarakat Sunda di wilayah Kabupaten Lebak, Banten. Kelompok masyarakat Baduy bukan suku terasing, melainkan merupakan suku yang mengasingkan diri, yang hidup di kawasan hutan belantara, terpisah dari lingkungan masyarakat luar. Terletak kawasan Kanekes, Kabupaten Lebak, Banten. Wilayah Kanekes secara geografis terletak pada koordinat 6°27’27” – 6°30’0” LU dan 108°3’9” – 106°4’55” BT (Permana, 2001). Mereka bermukim tepat di kaki pegunungan Kendeng di desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak-Rangkasbitung, Banten, berjarak sekitar 40 km dari kota Rangkasbitung. Wilayah yang merupakan bagian dari Pegunungan Kendeng dengan ketinggian 300 – 600 m di atas permukaan laut (DPL) tersebut mempunyai topografi berbukit dan bergelombang dengan kemiringan tanah rata-rata mencapai 45%, yang merupakan tanah vulkanik (di bagian utara), tanah endapan (di bagian tengah), dan tanah campuran (di bagian selatan). suhu rata-rata 20°C.
Berdasarkan hasil pengukuran wilayah-wilayah pemukiman Baduy rata-rata terletak pada ketinggian 250 m diatas permukaan laut, dengan wilayah pemukiman di daerah yang cukup rendah 150 m diatas permukaan air laut dan pemukiman yang cukup tinggi pada ketinggian 400 m diatas permukaaan laut.
Daerah yang dijadian hunian berada di celah bukit, lerng tebing lembah yang ditumbuhi pohon besar. Di sekeliling alam lingkungan merupakan padang lalang dan semak-belukar yang hidup dengan suburnya. Perkampungan dibangun secara kelompok-kelompok dengan jarak dari satu kampung ke kampung lainya berpuluh-puluh kilometer dengan hanya dihubungkan oleh jalan setapak. Perjalanan dari Baduy Luar sampai Baduy Dalam memakan waktu kurang lebih 7 jam dan hanya bisa dilalui dengan cara jalan kaki.
Batas kawasan sebelah utara Desa Cibungur dan Desa Cisimeut, Kecamatan Leuwidamar. Sebelah barat Desa Karangcombong dan desa Sobang, Kecamatan Cipanas. Sebelah selatan Desa Cigemblong, Kecamata Bayah. Sebelah timur Desa Karangnunggal, Kecamatan Bojongmanik.
Administrasinya diatur oleh Struktur Tatanan Hukum Adat, luas kawasannya 5.101,85ha yang terdiri dari 2.946ha kawasan hutan lindung yang terlarang dan tertutup. Kandungan buminya podzolik, merah, kuning, aluvial, sedang sebagian besar terdiri dari jenis non calcit, renzina, brown forestoil.
Banyak dari mata air yang ada tidak pernah kekeringan, seperti adanya duda buah sungai, Ciujung dan Cidurian yang mengalir ke Laut Jawa. 2.115ha merupakan hutan produksi. Keadaan curah hujannya 3000mm/tahun. Keadaan alamnya terawat dengan baik lewat peraturan adat Baduy maupun oleh Pemda Kabupaten Lebak.
Penduduk Baduy mencapai 4.474 jiwa, dari hasil pencatatan tahun 1985. 78% merupakan Baduy Penamping (Luar), 16% masyarakat Baduy Kajeroan, 6% masyarakat Baduy yang sudah menyatu dengan masyarakat luar.
Kehidupan masyarakat Baduy yang sederhana dan mengasingkan diri tetap disokong dengan bantuan luar. Masyarakat Baduy seringkali pergi keluar untuk memenuhi kebutuhan mereka dengan berbelanja ke Pasar Karoya. Semua perjalanan keluar perkampungan dilakukan dengan jalan kaki. Kegiatan di Pasar Karoya tidak hanya masar tapi seringkali menampilkan seni-seni tarian dan musik tradisional. Pasar Karoya merupakan jembatan interaksi masyarakat Baduy dengan masyarakat luar.
Kelestarian budaya masyarakat Baduy juga dibantu dengan usaha pemerintah daerah (Pemda) Lebak, Banten. Walau begitu informasi yang diberikan masyarakat Baduy kadang dimanipulasi (tidak sepenuhnya benar) dan masih menutup diri.
Bahasa yang digunakan masyarakat Baduy untuk berkomunikasi adalah Bahasa Sunda. Anggota-anggota masyarakat yang memiliki tugas kebudayaan dan sebagai penghubung antara masyarakat Baduy dan masyarakat luar sebagian besar bisa berbahasa Indonesia.
b. Jawaban Atas Masalah yang Muncul
i. Masyarakat Baduy adalah orang keturunan Kerajaan Pajajaran
Banyak cerita rakyat di Banten bahwa masyarakat Baduy adalah orang-orang keturunan Kerajaan Pajajaran yang melarikan diri ketika diserang ke dalam hutan Kendeng, Banten Selatan. Terjadi di abad XII, pada masa pemerintahan Prabu Mramaiya Tandraman, daerah kekuasaannya sangat luas mencakup seluruh tanah Pasundan, dari Banten hingga Cirebon.
Di akhir abad XIV hingga awal abad XV, masuknya agama Islam yang dibawa oleh Sunan Gunung Jati, kekuasaan raja menjadi rapuh. Rakyatnya sudah banyak yang masuk Islam pula. Pada waktu itu Senapati Prabu Sedah mendapat tugas untuk membendung masuknya pengaruh Islam namun gagal dan Kerajaan Banten dikuasai oleh Sunan Gunung Jati.
Sang Prabu Pucuk Umun bersama punggawa setianya meninggalkan kerajaan dan lari ke hutan. Hingga akhirnya sampai ke hutan belantara, bernama Pegunungan Singkur Mandala Singkah, hutan tua dan angker.
Rombongan Prabu Pucuk Umun pertama sampai di petilasan yang sampai sekarang amat disucikan, yakni Panembahan Arca Domas atau Petak 13. Lokasinya berada di hulu sungai Ciujung, yang masih lengkap dan utuh, situs-situs peninggalannya beserta makam-maka tua. Tidak tanda-tanda tertentu yang mengisahkan adanya petilasan di kawasan hutan Kendeng, dengan kehidupan masyarakat Baduy.
Astakari, seorang penduduk desa yang kenal dekat dengan perangai dan kelakar orang Baduy, menjelaskan perbedaan orang-orang Baduy keturunan Sang Prabu Pucuk Umun dan yang keturunan orang buangan Kerajaan Pajajaran.
Orang-orang yang jiwanya kuat, pendirian keras dan tidak mudah terpengaruh, mengutamakan pantangan, adalah orang-orang keturunan Prabu Pucuk Umun. Sementara, orang-orang Baduy yang culas, berhati kerdil, mau bekerja pada siapa saja yang penting mendapat upahan, serta bebas bergaul dengan masyarakat luar, adalah keturunan darah Dalam Legono dari Sumedang yang dibuang dan diusir ke tanah Banten.
ii. Masyarakat Baduy ada sejak manusia ada
Menurut kepercayaan yang dipegang masyarakat Baduy, mereka ada sejak manusia itu ada. Bahwa masyarakat Baduy adalah keturunan Adam. Dalam hal ini, mereka Adam dikenal sebagai Batara Cikal.
Bertempat di Panembahan Arca Domas, Tuhan Yang Maha Kuasa, yang dikenal sebagai Batara Tunggal atau Nu Kawasan, menciptakan tujuh keturunannya. Salah satunya adalah Batara Cikal.
Setelah diciptakan Batara Tunggal di Panembahan Arca Domas, Batara Cikal melahirkan keturunan-keturunan, yakni orang-orang Baduy.
Penamaan Adam sebagai Batara Cikal, menggunakan nama “Batara” yang berarti pelindung umat manusia dalam tradisi Hindu.
iii. Kepercayaan yang dipegang oleh Masyarakat Baduy
Masyarakat Baduy percaya akan sebutan sahadat dan hidup mati seseorang ada di tangan Tuhan (Batara Tunggal). Kepercayaan masyarakat Baduy dikiblatkan ke Panembahan Arca Domas, yang terletak di hulu sungai Ciujung dan sangat tersembunyi dan sakral.
Selain kepercayaan terhadap Panembahan Arca Domas, masyarakat Baduy juga mempercayai bahwa adanya kekuatan gaib lain di semua tempat, animisme.
Bila dikaitkan dengan sejarah masyarakat Baduy yang berasal dari Kerajaan Pajajaran yang menganut agama Hindu, ritual atau upacara religius masyarakat Baduy hampir menyerupai faham Hindu, adanya sesajen yang diletakan di atas pintu rumah untuk keselamatan; daun Pelah, Garam Tahun.
Sementara kepercayaan animisme, juga menjadi salah satu sejarah agama-agama yang ada di Indonesia. Sebelum masuknya agama Hindu-Budha, Islam, dan Kristen (Katolik maupun Protestan), masyarakat Indonesia memuja roh-roh nenek moyang melalui benda-benda yang ada dalam kehidupan sehari-hari dan roh-roh nenek moyang itu ada dalam semua aspek kehidupan masyarakat.
Masyarakat Indonesia memiliki kemampuan local genius, untuk menyaring kebudayaan yang masuk dan melahirkan suatu akulturasi budaya. Agama-agama yang masuk ke Indonesia cenderung sudah melebur – disesuaikan - ke dalam budaya animisme Indonesia.
iv. Pola kehidupan masyarakat Baduy
(a) Pengasingan Diri dari Masyarakat Modern
Masyarakat Baduy hidup di tengah hutan belantara di atas gunung. Mengasingkan diri dari kehidupan masyarakat modern dan bermata-pencaharian dari berladang. Dengan sengaja, mereka memisahkan diri bukan diasingkan.
Dihubungkan dengan sejarah Baduy dengan Pajajaran yang diserang Sunan Gunung Jati dalam usaha menyebarkan agama Islam. Berdasarkan penelitian dan narasumber lain, masyarakat Baduy adalah kelompok masyarakat yang cenderung konservatif. Perubahan seperti agama baru cenderung terlalu radikal dan sangat berbeda, sulit diterima. Belum lagi, kebudayaan baru itu datang melalui jalur kekerasan (perang dan penyerangan).
Adat istiadat masyarakat Baduy yang diwariskan secara turun-temurun membawa terus bahwa Prabu Pucuk Umun melarikan diri dari serangan Sunan Gunung Jati yang membawa agama baru, Islam. Sehingga menciptakan atmosfer yang lebih hati-hati dengan adanya kebudayaan baru dan pengaruhnya terhadap masyarakat.
Maka dari itu, terciptalah komunitas masyarakat yang sederhana dan patuh kepada adat, serta tidak mudah terpengaruh dengan budaya-budaya asing yang baru dan tetap melestarikan budaya leluhur.
(b) Keterikatan Terhadap Alam Didorong oleh Kepercayaan Masyarakat Baduy
Kepercayaan yang dianut masyarakat Baduy salah satunya adalah animisme, bahwa setiap tempat memiliki kekuatan gaib. Dengan begitu, seluruh aspek yang menyokong kehidupannya memiliki kekuatan gaib dan diperlakukan dengan hormat dan tidak sembarang mengeksploitasi. Roh nenek moyang ada di alam yang mereka pergunakan.
Bila dihubungkan dengan agama Hindu, ada dikatakan untuk menjaga kelestarian alam dan seluruh isinya. Masyarakat Baduy menggunakan alam yang ada disekitarnya untuk menyokong kehidupan dan memenuhi kebutuhan, tetapi segalanya dilakukan tidak secara berlebihan dan tetap memikirkan konsekuensi apabila alam terlalu dieksploitasi.
Bencana alam yang terjadi pada manusia, bila dikaji lebih jauh, terjadi oleh karena manusia itu sendiri. Alam yang digunakan secara berlebihan akan merugikan mereka sendiri.
Bagi masyarakat Baduy, tabu, teu wasa, teu bisa, teu meunang, sudah menjadi pagar tradisi yang kokoh, untuk taat pada petunjuk dan menjauhi larangan.
Dengan begitu, karena tidak ada eksploitasi berlebihan dari penghuninya, terjadilah harmonisasi antara masyarakat Baduy dengan alamnya.
C. Kesimpulan
Dengan penjelasan-penjelasan diatas, adalah benar bahwa pengasingan masyarakat Baduy dipengaruhi oleh pelarian diri dari Pajajaran. Serta bahwa keterikatan masyarakat Baduy dengan alamnya, didorong oleh kepercayaannya, yang mempercayakan masyarakat Baduy untuk menjaga dan melestarikan alam dan segala isinya.
Serta membuktikan bahwa pola kehidupan masyarakat Baduy benar dipengaruhi sejarah masa lalunya dan kepercayaan yang dianut.
Oleh karena itu, sudah sepantasnya kita ikut meniru tindakan masyarakat Baduy, dengan melaksanakan perintah dan adat-istiadat, karena tidak semua hal yang masuk akibat globalisasi itu baik. Kemampuan local genious tidak lagi menonjol dan dapat diandalkan.